Catatan Belanda tentang Bontonompo

Dibawah ini adalah Catatan Pemerintah Hindia Belanda dahulu kala yang saat ini masih tersimpan di Museum Leiden (Belanda) yang menuliskan tentang sejarah Bontonompo yang telah di terjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Sekarang, Bontonompo sudah menjadi wilayah kecamatan (Kecamatan Bontonompo) yang masuk dalam wilayah Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan).

Dan berikut ini isi catatan tersebut :

"Bontonompo adalah nama sebuah distrik namun tidak memiliki kepala distrik. Sejak tahun 1915, pengawasan administratif dilakukan oleh seorang Asisten Administrasi Pribumi yang berada di bawah Pengawasan Takalar, yaitu oleh seorang pejabat Pemerintah yang diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Sulawesi tanpa campur tangan pemimpin dan masyarakat, dan oleh karena itu tidak dapat dianggap sebagai seorang wakil rakyat.

Di bawah pejabat pribumi ini ada 17 kepala wilayah kampung yang benar-benar independen satu sama lain. Kawasan perkampungan ini bersama-sama membentuk suatu wilayah yang pada zaman dahulu terdiri dari sepuluh komunitas adat yang masing-masing diperintah oleh seorang kepala komunitas yang bergelar Kare, yaitu. 1. Bontonompo, 2. Ana Sappoe, 3. Bontolangkasa, 4. Data, 5. Alloe, 6. Tindang, 7. Kaloearrang, 8. Tanrara, 9. Bontopanno dan 10. Mangesoe. Mereka mengakui dan tunduk kepada otoritas Karaeng Loe ri Katiengang sebagai pemimpin tertinggi.

Setelah ditaklukkan oleh Raja Gowa Karaeng Tumaparisika Kallongna pada awal abad ke-16, mereka mengakui dan tunduk kepada otoritas Raja Gowa, kemudian digabungkan dibawah otoritas Karaeng Sanrabone pada abad awal ke-17 dan ke-18. Pada abad ke-19, semua secara bertahap berada di bawah otoritas tertinggi Kerajaan Gowa.

Kare Bontonompo awalnya memerintah wilayah yang sekarang di bawah Anrong Guru Bontonompo dan Gallarang Manujoe yang sekarang milik distrik Polongbangkeng. Wilayah Manuju dulunya diberikan oleh Raja Gowa kepada salah seorang bangsawan Bone Aroe Lemo Appa ketika dia berburu di sana bersama Raja Gowa.

Info Sejarah Celebes
Foto : Citra Mahardhika Kare Se're (Keturunan Anrong Guru Bontonompo dan Gallarrang Manuju), berlatarkan Panji "Djimaka" Gaukang Bontonompo.

Pada tahun 1667 Manoedjoe ditaklukkan oleh Kompeni India Timur bersama dengan Polongbangkeng. Sisa wilayah dari Bontonompo (kecuali Manuju) kemudian tetap bersama Gowa dan kemudian menjadi bagian dari salah satu Raja Gowa yang kepadanya memperoleh gelar Karaeng Bontonompo.

Di bawah raja itu dibentuk Anrong Guru di Bontonompo yang menggantikan mantan Kare Bontonompo terakhir. Kare terakhir disebut I Oeseng Daeng Mallingkai. Dia memberontak melawan Raja Gowa, tetapi dengan cepat dipadamkan dan ditembak. Dan gaoekang, ornamen Bontonompo disita dan diserahkan kepada raja Gowa.

Gaukang tersebut dikembalikan setelah di masa Anrongguru Daeng Sibali, pendahulu Anrong Guru saat ini. Sejak saat itu, gaukang tetap berada dalam penguasaan Anrong Guru Bontonompo. Gaukang Bontonompo terdiri dari bendera biru dengan karakter Arab berlapis emas dan diberi nama "Djimaka." Oleh karena itu antara tahun 1905 hingga 1911, sebelum masuknya Gowa ke dalam wilayah pemerintahan langsung dari Hindia Belanda, semua pemerintahan bentukan Gowa dibubarkan. Sejak saat itu, Anrong Guru Bontonompo tidak ada lagi hubungannya dengan Raja Gowa yang bergelar Karaeng Bontonompo, terutamanya dalam urusan administrasi.

Anrong Guru Bontonompo meliputi wilayah Poenggawa Kala-serena, Djannang Romanglasa dan Taipaleleng, dan sebelas Suro. Dari para Suro ini, semuanya diangkat dan diberhentikan oleh Anronguru tanpa campur tangan rakyatnya. Poenggawa Kala-serena membawahi satu suro, Jannang Romanglasa membawahi dua suro, dan Jannang Taipaleleng membawahi satu suro. Kedua Jannang dan Poenggawa, seperti Anrong Guru, dipilih oleh penduduk/masyarakat dan diberikan surat penunjukan/tugas oleh Kepala Departemen (afdeeling) Pemerintah Hindia Belanda.

Poenggawa Kala-serena memerintah dengan suro-nya, Sedangkan Jannang Romanglasa adalah: a. Suro untuk Kampung Romanglasa, Bontosalang dan Tanete. b. suro untuk kampung Borontanga, Daroemoeng dan Salekowa, Djannang Taipaleleng menguasai kampung Taipaleleng, Kalompang, Bontokadieng dan Kokowa. Sedangkan untuk Anrong Guru adalah: a. Suro untuk kampung Borongtala dan Bontotjarade. b. suro untuk kampung Rappokaleleng, Giring-giring dan Pamase atau Sela. c. suro untuk kampung Tamalaeng, Gangga dan Parang. d. suro untuk kampung Bontonompo dan Boenea. e. suro untuk kampung Katangka dan Tanetea. f. suro untuk kampung Tjambadjawaja, Bontomatene dan Rannaja. g. suro untuk kampung Bontoratta dan Borongbodie.

Anasappu, dulunya merupakan bagian wilayah dari pangeran Gowa yaitu Karaeng Buakana, sekarang dipimpin oleh seorang Jannang, yang dibantu oleh dua Suro, di antaranya untuk kampung Anasappoe dan Bontobiraeng dan untuk kampung Borongkanang dan Kokowa. Djannang dipilih oleh penduduk/rakyat, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Departemen (afdeeling) serta mengangkat dan memberhentikan kedua Suro tanpa campur tangan penduduk/masyarakat".

Sumber : Leiden, ADATRECHTBUNDELS SELEBES 1929. Penyunting : Kala’birangta Institute, Syamsu Salewangang, Info Sejarah Celebes.


0 Response to "Catatan Belanda tentang Bontonompo"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel