Sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Gowa
Penyebaran Agama islam di Nusantara tidak berlangsung dengan merata, khusus nya di Gowa sejarah mencatat bahwa Islam masuk di wilayah Kerajaan Gowa pada sekitar abad ke 16 atau sekitar tahun 1605.
Para pedagang muslim dari berbagai negara dan daerah lainnya di Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sulawesi Selatan sekitar abad ke 16, dan aktifitas dagang inilah yang kemudian mempengaruhi tumbuhnya penyebaran Agama Islam di wilayah Sulawesi Selatan.
Jika di lihat dari sejarah siklus penyebaran penduduk muslim dari luar sulawesi yang masuk di Gowa, sebenarnya penduduk-penduduk muslim sudah ada menetap dan bermukim di wilayah kerajaan gowa sejak pemerintahan Raja Tunipallangga (Raja Gowa ke 10) yaitu sekitar tahun 1560. penduduk muslim ini berasal dari Campa, Patani, Minangkabau dan Johor.
Penduduk muslim ini mayoritas sebagai pedagang yang di mana di ketahui pada masa itu pelabuhan yang ada di wilayah kerajaan gowa merupakan pelabuhan aktifitas para pedagang, juga sebagai tempat transitnya para pelaut dari berbagai Negeri yang ingin melanjutkan perjalanan ke Maluku atau ke Sumatra.
Pada Masa pemerintahan Raja Tunijallo (Raja Gowa ke 12) yang memerintah pada tahun 1565-1590, tempat bermukim para penduduk muslim di wilayah Mangngallekana sudah mendirikan sebuah Masjid di tempat itu. Nanti masuk pada abad ke 16 barulah Agama Islam betul-betul Sah di terima di Kerajaan Gowa dan Tallo yang bermula dari kedatangan para Datuk dari Minangkabau atau mereka dikenal dengan istilah Dato’ Tallua (tiga orang Datuk).
Menyebarnya Agama Islam di Kerajaan Gowa tidak terlepas atas peran tiga orang Datuk tersebut (Dato’ Tallua). Mereka adalah Abdul Makmur Chatib Tunggal atau sering di sebut Dato ri Bandang, kemudian Sulaiman Chatib Sulung atau sering di sebut Dato ri Patimang, serta Abdul Jawad Chatib Bungsu atau di kenal dengan nama Dato ri Tiro.
Saat tiba di Makassar, ketiga Datuk tersebut ini tidak serta merta langsung menjalankan misi pengislaman Nya. Mereka lebih banyak bergaul dan berinteraksi dengan para pedagang Melayu dan Penduduk Muslim lainnya yang sudah lebih dulu menetap di wilayah itu, para Datuk ini kemudian mencari informasi dan celah untuk mendekati para Penguasa yang paling di hormati agar dapat dengan mudah menjalankan proses pengislaman.
Ketiga Datuk ini kemudian terlebih dahulu pergi ke wilayah Luwu untuk mendekati penguasa yang ada di sana, penguasa Luwu saat itu lebih terbuka untuk menerima ajaran Agama Islam, sehingga pada tahun 1605 Raja Luwu saat itu yang bernama Daeng Parabbung berhasil di Islamkan dan kemudian di berikan gelar islam dengan nama Sultan Muhammad.
Raja Luwu Daeng Parabbung Sultan Muhammad kemudian memberikan arahan kepada Para Datuk agar segera kembali ke Makassar untuk menemui Raja Gowa karena Gowa adalah sebuah Kerajaan Besar dengan sumber daya Ekonomi Militer dan Politik yang sangat Kuat, Sehingga jika Raja Gowa memeluk Islam maka Penyebaran Agama Islam di penjuru Negeri akan tersebar dengan cepat dan besar-besaran. Arahan dari Raja Luwu tersebut membuat ketiga Datuk ini semakin bersemangat untuk menjalankan misi pengislamannya, maka berangkatlah ketiga Datuk ini langsung menuju Negeri Gowa.
Di Ceriterakan bahwa Ketiga Datuk ini telah berada di Istana Kerajaan Gowa, proses negosiasi berlangsung dengan Baik. Saat itu yang pertama kali memeluk Agama Islam di Kerajaan Gowa adalah I Mallingkang Daeng Nyonri, beliau adalah Raja Tallo sekaligus mangkubumi Kerajaan Gowa, dan setelah pengislaman tersebut I Mallingkang Daeng Nyonri kemudian bergelar Islam dengan nama Sultan Abdullah Awwalul Islam. Pada waktu yang bersamaan di susul pula pengislaman Raja Gowa ke-14 yang saat itu masih berumur 7 Tahun yang bernama I Manrabia, dan setelah masuk Islam nama Raja Gowa ini pun untuk yang pertama kali nya bergelar islam dengan nama Sultan Alauddin, Keduanya ini tercatat masuk memeluk Agama Islam pada tahun 1605.
Atas perubahan keyakinan (agama) para Raja di Gowa dan Tallo saat itu sehingga kemudian pada tanggal 9 November 1607 Raja Gowa Manrabia Sultan Alauddin mengeluarkan Dekrit (keputusan) yang bunyinya adalah bahwa Agama Islam adalah agama yang resmi di wilayah Kerajaan Gowa dan Tallo serta harus pula di yakini oleh seluruh Rakyat tanpa pertentangan apapun. Sehingga keluarnya Dekrit tersebut membuat para penduduk (Rakyat) yang tersebar di wilayah kerajaan Gowa dan Tallo kemudian berbondong bondong masuk memeluk Agama Islam.
Sebelum Agama Islam masuk di wilayah Sulawesi Selatan, Para Raja-Raja di wilayah itu sebelumnya pernah sepakat atas sebuah perjanjian yang bunyinya “Siapa Saja yang menemukan sebuah Jalan yang Lebih Baik, maka ia Patut Berjanji untuk menyampaikan Kebaikan itu kepada Para Raja-Raja yang lain”. atas perjanjian ini Sultan Alauddin Raja Gowa ke-14 kemudian berusaha untuk menepati isi perjanjian tersebut dengan Menyebarkan kebaikan Agama Islam kepada Para Raja-Raja yang tersebar di wilayah Sulawesi Selatan.
Namun saat itu banyak para Raja di wilayah Bugis yang menyepelekan perjanjian itu dan tidak bersedia menerima ajakan Raja Gowa tersebut untuk menerima kebaikan Agama Islam, atas kejadian itu Kerajaan Gowa terpaksa harus mengangkat senjata untuk mengislamkan “sebahagian” para Raja di sulawesi Selatan melalui Jalur Perang.
Beberapa Kerajaan di daerah Bugis yang menolak ajakan untuk memeluk Agama Islam diantaranya adalah Bone, Wajo, Soppeng, dan Sidenreng, Mereka bersikeras sehingga mereka menyerang Gowa pada tahun 1608. Dari kejadian ini kemudian Kerajaan Gowa menghimpun kekuatan perang untuk kembali membalas serangan tersebut dan sekaligus sebagai misi pengislaman di wilayah Sulawesi Selatan, serangan Kerajaan Gowa ke wilayah Bugis tersebut di kenal dengan peristiwa “Musu Assalengeng” (Perang Pengislaman).
Perang ini pun kemudian berhasil dimenangkan oleh pihak Kerajaan Gowa, sehingga Raja-raja di wilayah Bugis tersebut ini kemudian bersedia memeluk Agama Islam. Sidenreng dan Soppeng memeluk Agama Islam pada tahun 1609, Wajo pada tahun 1610, dan Bone pada tahun 1611. Pengislaman Raja-raja di wilayah Bugis ini akhirnya mempengaruhi Keyakinan para Masyarakat (Rakyat) di wilayah bugis, sehingga kemudian Rakyat Bugis juga pada saat itu berbondong-bondong Masuk Agama Islam.
Kerajaan Gowa saat itu berada dalam posisi sebagai pusat Pembelajaran dan Pengembangan Agama Islam di Wilayah Timur Nusantara, pada masa itu hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan masuk memeluk Agama Islam kecuali di wilayah Tana Toraja. Makassar saat itu menjadi pusat Penyebaran Agama Islam sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Meski saat itu Kerajaan Gowa (Makassar) di jadikan sebagai pusat Penyebaran Agama Islam di wilayah Timur Nusantara, akan tetapi Kerajaan Gowa tetap memberikan kebebasan kepada Misionaris Kristen dari Eropa untuk mendirikan Gereja di Makassar.
Baca Juga :
Kehadiran para misionaris Katolik dari penjuru dunia yang Ramai mengunjungi Bandar Makassar saat itu tidak di tolak oleh Raja Gowa, terbukti hingga saat ini kita masih dapat melihat beberapa Gereja Tua yang masih berdiri di Kota makassar yang di bangun pada masa Sultan Alauddin.
Foto tempo dulu, Masjid Babul Firdaus Makassar |
Para pedagang muslim dari berbagai negara dan daerah lainnya di Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sulawesi Selatan sekitar abad ke 16, dan aktifitas dagang inilah yang kemudian mempengaruhi tumbuhnya penyebaran Agama Islam di wilayah Sulawesi Selatan.
Jika di lihat dari sejarah siklus penyebaran penduduk muslim dari luar sulawesi yang masuk di Gowa, sebenarnya penduduk-penduduk muslim sudah ada menetap dan bermukim di wilayah kerajaan gowa sejak pemerintahan Raja Tunipallangga (Raja Gowa ke 10) yaitu sekitar tahun 1560. penduduk muslim ini berasal dari Campa, Patani, Minangkabau dan Johor.
Penduduk muslim ini mayoritas sebagai pedagang yang di mana di ketahui pada masa itu pelabuhan yang ada di wilayah kerajaan gowa merupakan pelabuhan aktifitas para pedagang, juga sebagai tempat transitnya para pelaut dari berbagai Negeri yang ingin melanjutkan perjalanan ke Maluku atau ke Sumatra.
Pada Masa pemerintahan Raja Tunijallo (Raja Gowa ke 12) yang memerintah pada tahun 1565-1590, tempat bermukim para penduduk muslim di wilayah Mangngallekana sudah mendirikan sebuah Masjid di tempat itu. Nanti masuk pada abad ke 16 barulah Agama Islam betul-betul Sah di terima di Kerajaan Gowa dan Tallo yang bermula dari kedatangan para Datuk dari Minangkabau atau mereka dikenal dengan istilah Dato’ Tallua (tiga orang Datuk).
Menyebarnya Agama Islam di Kerajaan Gowa tidak terlepas atas peran tiga orang Datuk tersebut (Dato’ Tallua). Mereka adalah Abdul Makmur Chatib Tunggal atau sering di sebut Dato ri Bandang, kemudian Sulaiman Chatib Sulung atau sering di sebut Dato ri Patimang, serta Abdul Jawad Chatib Bungsu atau di kenal dengan nama Dato ri Tiro.
Saat tiba di Makassar, ketiga Datuk tersebut ini tidak serta merta langsung menjalankan misi pengislaman Nya. Mereka lebih banyak bergaul dan berinteraksi dengan para pedagang Melayu dan Penduduk Muslim lainnya yang sudah lebih dulu menetap di wilayah itu, para Datuk ini kemudian mencari informasi dan celah untuk mendekati para Penguasa yang paling di hormati agar dapat dengan mudah menjalankan proses pengislaman.
Ketiga Datuk ini kemudian terlebih dahulu pergi ke wilayah Luwu untuk mendekati penguasa yang ada di sana, penguasa Luwu saat itu lebih terbuka untuk menerima ajaran Agama Islam, sehingga pada tahun 1605 Raja Luwu saat itu yang bernama Daeng Parabbung berhasil di Islamkan dan kemudian di berikan gelar islam dengan nama Sultan Muhammad.
Raja Luwu Daeng Parabbung Sultan Muhammad kemudian memberikan arahan kepada Para Datuk agar segera kembali ke Makassar untuk menemui Raja Gowa karena Gowa adalah sebuah Kerajaan Besar dengan sumber daya Ekonomi Militer dan Politik yang sangat Kuat, Sehingga jika Raja Gowa memeluk Islam maka Penyebaran Agama Islam di penjuru Negeri akan tersebar dengan cepat dan besar-besaran. Arahan dari Raja Luwu tersebut membuat ketiga Datuk ini semakin bersemangat untuk menjalankan misi pengislamannya, maka berangkatlah ketiga Datuk ini langsung menuju Negeri Gowa.
Di Ceriterakan bahwa Ketiga Datuk ini telah berada di Istana Kerajaan Gowa, proses negosiasi berlangsung dengan Baik. Saat itu yang pertama kali memeluk Agama Islam di Kerajaan Gowa adalah I Mallingkang Daeng Nyonri, beliau adalah Raja Tallo sekaligus mangkubumi Kerajaan Gowa, dan setelah pengislaman tersebut I Mallingkang Daeng Nyonri kemudian bergelar Islam dengan nama Sultan Abdullah Awwalul Islam. Pada waktu yang bersamaan di susul pula pengislaman Raja Gowa ke-14 yang saat itu masih berumur 7 Tahun yang bernama I Manrabia, dan setelah masuk Islam nama Raja Gowa ini pun untuk yang pertama kali nya bergelar islam dengan nama Sultan Alauddin, Keduanya ini tercatat masuk memeluk Agama Islam pada tahun 1605.
Atas perubahan keyakinan (agama) para Raja di Gowa dan Tallo saat itu sehingga kemudian pada tanggal 9 November 1607 Raja Gowa Manrabia Sultan Alauddin mengeluarkan Dekrit (keputusan) yang bunyinya adalah bahwa Agama Islam adalah agama yang resmi di wilayah Kerajaan Gowa dan Tallo serta harus pula di yakini oleh seluruh Rakyat tanpa pertentangan apapun. Sehingga keluarnya Dekrit tersebut membuat para penduduk (Rakyat) yang tersebar di wilayah kerajaan Gowa dan Tallo kemudian berbondong bondong masuk memeluk Agama Islam.
Sebelum Agama Islam masuk di wilayah Sulawesi Selatan, Para Raja-Raja di wilayah itu sebelumnya pernah sepakat atas sebuah perjanjian yang bunyinya “Siapa Saja yang menemukan sebuah Jalan yang Lebih Baik, maka ia Patut Berjanji untuk menyampaikan Kebaikan itu kepada Para Raja-Raja yang lain”. atas perjanjian ini Sultan Alauddin Raja Gowa ke-14 kemudian berusaha untuk menepati isi perjanjian tersebut dengan Menyebarkan kebaikan Agama Islam kepada Para Raja-Raja yang tersebar di wilayah Sulawesi Selatan.
Namun saat itu banyak para Raja di wilayah Bugis yang menyepelekan perjanjian itu dan tidak bersedia menerima ajakan Raja Gowa tersebut untuk menerima kebaikan Agama Islam, atas kejadian itu Kerajaan Gowa terpaksa harus mengangkat senjata untuk mengislamkan “sebahagian” para Raja di sulawesi Selatan melalui Jalur Perang.
Beberapa Kerajaan di daerah Bugis yang menolak ajakan untuk memeluk Agama Islam diantaranya adalah Bone, Wajo, Soppeng, dan Sidenreng, Mereka bersikeras sehingga mereka menyerang Gowa pada tahun 1608. Dari kejadian ini kemudian Kerajaan Gowa menghimpun kekuatan perang untuk kembali membalas serangan tersebut dan sekaligus sebagai misi pengislaman di wilayah Sulawesi Selatan, serangan Kerajaan Gowa ke wilayah Bugis tersebut di kenal dengan peristiwa “Musu Assalengeng” (Perang Pengislaman).
Perang ini pun kemudian berhasil dimenangkan oleh pihak Kerajaan Gowa, sehingga Raja-raja di wilayah Bugis tersebut ini kemudian bersedia memeluk Agama Islam. Sidenreng dan Soppeng memeluk Agama Islam pada tahun 1609, Wajo pada tahun 1610, dan Bone pada tahun 1611. Pengislaman Raja-raja di wilayah Bugis ini akhirnya mempengaruhi Keyakinan para Masyarakat (Rakyat) di wilayah bugis, sehingga kemudian Rakyat Bugis juga pada saat itu berbondong-bondong Masuk Agama Islam.
Kerajaan Gowa saat itu berada dalam posisi sebagai pusat Pembelajaran dan Pengembangan Agama Islam di Wilayah Timur Nusantara, pada masa itu hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan masuk memeluk Agama Islam kecuali di wilayah Tana Toraja. Makassar saat itu menjadi pusat Penyebaran Agama Islam sampai ke Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Meski saat itu Kerajaan Gowa (Makassar) di jadikan sebagai pusat Penyebaran Agama Islam di wilayah Timur Nusantara, akan tetapi Kerajaan Gowa tetap memberikan kebebasan kepada Misionaris Kristen dari Eropa untuk mendirikan Gereja di Makassar.
Baca Juga :
- Sejarah Lakipadada dan Pusaka Sudanga
- Atau lihat semua Artikel di Daftar Isi
Kehadiran para misionaris Katolik dari penjuru dunia yang Ramai mengunjungi Bandar Makassar saat itu tidak di tolak oleh Raja Gowa, terbukti hingga saat ini kita masih dapat melihat beberapa Gereja Tua yang masih berdiri di Kota makassar yang di bangun pada masa Sultan Alauddin.
0 Response to "Sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Gowa"
Post a Comment