Sejarah Perjuangan La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone Ke 31

La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone ke 31 menunjukkan kegigihan Perjuangannya dalam Perang Bone pada tahun 1905 bersama Puteranya yang bernama Abdul Hamid Baso Pagilingi bergelar Petta PonggawaE, kisah heroik Perjuangan keduanya berakhir dalam Peristiwa Rumpa’na Bone atau Runtuhnya Kerajaan Bone.

info sejarah celebes
Foto : La Pawawoi Krg Sigeri saat di Asingkan di Bandung

Pendaratan tentara Belanda di Pantai sebelah timur Kerajaan Bone pada bulan juli tahun 1905, tidak menciutkan nyali Seorang Raja yang sudah Tua Renta bersama Puteranya untuk mempertahankan Kedaulatan Tanah Bone. La Pawawoi Kareng Sigeri Raja Bone ke 31 saat itu langsung menolak kerjasama dengan belanda, Ia pun menjawab permintaan tentara belanda dengan menyatakan Perang bagi seluruh wilayah Kerajaan Bone untuk melawan Pasukan Kompeni Belanda.

Tindakan yang di ambil oleh Raja Bone Ke 31 ini juga berdasarkan restu dari Dewan Hadat Tujuh (AdE’ PituE) serta dukungan penuh seluruh Pimpinan laskar perang Kerajaan Bone, sehingga Perang pun saat itu tidak bisa terhindarkan. Meskipun saat itu tentara belanda sudah menggunakan senjata yang canggih dan tentara yang sangat terlatih, namun tidak menciutkan laskar-laskar kerajaan bone yang di pimpin oleh Raja Bone dan Petta PonggawaE untuk bersiap melawan tentara belanda.

Adapun pusat pertahanan laskar kerajaan bone saat itu meliputi Palakka, Gottang, Pasempe, Lamuru, dan Citta (di daerah Soppeng). Pasukan belanda yang saat itu di pimpin oleh Kolonel Van Der Wedden melakukan serangan secara membabi buta guna meruntuhkan kekuatan laskar-laskar kerajaan Bone, meskipun Belanda juga mendapatkan perlawanan yang sengit dari laskar kerajaan Bone akan tetapi Persenjataan yang tidak imbang membuat Laskar Kerajaan Bone yang di pimpin oleh La Pawawoi Karaeng Sigeri bersama Keluarganya terpaksa harus di pukul mundur.

Tepat pada tanggal 30 Juli tahun 1905, Saoraja atau Istana Kerajaan Bone di Watampone jatuh di tangan tentara belanda, sehingga Saoraja tersebut di jadikan sebagai basis pertahanan tentara belanda untuk menggencarkan taktik selanjutnya guna menghancurkan Kubu-kubu pertahanan Laskar Kerajaan Bone yang lainnya.

Antara bulan Juli hingga November 1905, La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone ke 31 bersama Puteranya Abdul Hamid Baso Petta PonggawaE terpaksa harus berpindah pindah tempat bersama Para Laskar Kerajaan Bone yang masih tersisa.

Dalam kondisi yang teramat sulit karena kejaran Pasukan belanda untuk memburu La Pawawoi dan Petta PonggawaE, akhirnya laskar bone merubah taktik perang dari perlawanan secara Frontal menjadi perlawan secara Gerilya. Hal ini di lakukan karena banyaknya Laskar Kerajaan Bone yang terpencar di berbagai tempat, terutama bagi laskar-laskar di bagian selatan Kerajaan Bone yang di Pimpin oleh La Temmu Page Arung Labuaja.

Namun semakin hari kekuatan Laskar kerajaan Bone saat itu sudah semakin melemah karena di kejar dan di obrak abrik oleh persenjataan yang canggih dan lengkap serta para tentara belanda yang sangat tangguh dan terlatih, hingga membuat La Pawawoi bersama puteranya Baso Pagilingi menjadikan daerah Bulu Awo (perbatasan Siwa dengan Tanah Toraja) sebagai basis pertahanan terakhirnya.

Pada suatu hari di Bulu Awo, Pasukan Belanda telah sampai dan kemudian menggempur daerah tersebut. Baso Pagilingi Petta PonggawaE bersama Ayahnya La Pawawoi Karaeng Segeri dan Laskar Kerajaan Bone yang tersisa mencoba bertahan melawan serangan pasukan belanda tersebut, Namun Takdir berkata Lain karena Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta PonggawaE putera La Pawawoi terkena tembakan peluru milik tentara belanda tepat bersarang di Dada Nya.

La Pawawoi melihat puteranya tersebut terkena tembakan yang terkapar merebah di tanah, saat itu La Pawawoi mendekati Jasad Puteranya itu sembari berkata dalam bahasa Bugis “Rumpa’ni Bone” yang Artinya “Runtuhlah Kerajaan Bone”. bukan suatu kebetulan La Pawawoi saat itu berkata demikian, Ia mengungkapkan seperti itu karena Puteranya tersebut Abdul Hamid Baso Pagilingi Petta PonggawaE adalah Panglima Tinggi Angkatan Perang Kerajaan Bone yang merupakan Tameng Terakhir Pertahanan Kerajaan Bone, sehingga ketika Petta PonggawaE Gugur maka Runtuh Pula lah Pertahanan Kerajaan Bone.

info sejarah celebes
Foto : Penangkapan La Pawawoi Krg Sigeri di Bulu Awo

Dalam keadaan Duka yang teramat mendalam akan kehilangan Putera Kesayangannya sekaligus Panglima Perang Kerajaan Bone, La Pawawoi Karaeng Sigeri dengan Kondisi yang sudah Tua dan Lemah terpaksa harus menyerah kepada pasukan tentara Belanda. La Pawawoi kemudian di tangkap dan di angkut di bawa ke Pare-pare, selanjutnya La Pawawoi di berangkatkan dengan sebuah kapal menuju Ujung Pandang (Makassar), dan terakhir dari Makassar La Pawawoi kemudian di bawa untuk di Asingkan ke Bandung Jawa Barat.

Kurang lebih beberapa tahun di bandung, La Pawaoi kemudian di pindahkan dan di asingkan ke Jakarta. Hingga pada tanggal 11 November tahun 1911 La Pawawoi Karaeng Sigeri meninggal dunia di Jakarta, maka dinamakanlah beliau dengan gelar “MatinroE ri Jakarta” atau yang Wafat di Jakarta.

Baca Juga :

Pada Tahun 1976, La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone ke-31 di Anugerahi Gelar sebagai Pahlawan Nasional, dan saat itu pula Kerangka Jenazahnya di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone ke-31 Gugur sebagai seorang Patriot Kusuma Bangsa bersama Puteranya yang sama-sama mencintai Negerinya sampai pada Nafas Terakhir...*

0 Response to "Sejarah Perjuangan La Pawawoi Karaeng Sigeri Raja Bone Ke 31"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel